Tuesday, April 17, 2007

02 Muqaddimah


KEJERNIHAN HATI

Bahwa kejernihan hati, ketenangan batin dan ketenteraman jiwa adalah suatu kondisi yang mutlak diperlukan oleh setiap manusia untuk membina, menjamin hidup dan kehidupan yang bahagia dan sejahtera lahir batin, jasmani dan rohani di dunia dan di akhirat. Maka oleh karena itu upaya untuk memperoleh kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa harus diusahakan oleh setiap manusia, disamping usaha untuk muncukupi kebutuhan hidup jasmani dan rohani yang lain-lain.

Bahwa kemampuan spiritual dalam bentuk berdoa memohon kepada ALLOH (Subhanahu Wata'ala) Tuhan Yang Maha Kuasa, adalah anugerah ALLOH (Subhanahu Wata'ala) yang harus disyukuri. Oleh karena itu pendayagunaannya harus dimanfaatkan semaksimal mungkin seimbang dengan kegiatan lahiriyah di dalam memperjungkan kehidupannya. Disamping berusaha harus berdoa dan disamping berdoa harus berusaha.

Perlu diketahui bahwa di dalam hati manusia bermarkas dua macam “dewan” yang berlainan pengaruh dan arahnya satu sama lain. Bahkan saling bertolak belakang dan saling berlawanan. Yang satu Dewan Perancang Kebaikan, dan satunya lagi Dewan Perancang Kejahatan. Siapa diantara dua dewan itu yang dominan (berkuasa) di dalam hati, dialah yang memegang komando segala gerak dan perbuatan atau tindakan manusia. Adapun faktor fikiran, sekalipun dipenuhi dengan berbagai macam perbendaha-raan ilmu pengetahuan dan hikmah kebijaksanaan, namun fungsinya hanya sebagai Dewan Pertimbangan, dan tidak memegang peranan yang menentukan.

Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat, mendengar atau mungkin pernah bahkan sering mengalami sendiri bahwa akal fikiran dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, dapat membedakan antara yang benar dan yang batal, dapat mengetahui mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mengerti itu halal ini haram, mengerti itu boleh dikerjakan dan ini tidak, dan sebagainya, akan tetapi di dalam prakteknya justru sebaliknya. Yang baik ditinggalkan, yang buruk dikerjakan. Yang menguntungkan malah dihindari / dijauhi dan yang merugikan justru dimasuki / dilakukan. Yang haram dikejar-kejar, dan yang halal tidak dihiraukan. Yang benar tidak diikuti dan yang batal dipergauli.
Hal tersebut disebabkan oleh karena yang menguasai hati pada waktu itu adalah “Dewan Perancang Kejahatan”. Ilmu pengetahuan yang berada di dalam otak fikiran manusia tidak mampu mengendalikannya, tidak mampu mengarahkan kepada suatu perbuatan yang sesuai dengan ilmu dan pengertian yang dimilikinya. Jika seorang pencuri ditanya ; “Apakah perbuatan mencuri itu baik ?” Pasti dia menjawab : “tidak baik”. Siapapun jika ditanya : “Apakah perbuatan menipu, korupsi, merugikan atau menyakiti orang lain itu diperbolehkan ?”. Semua akan menjawab : “Tidak !”. Bahkan semua orang mengetahui bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan tercela dan sangat terkecam. Tetapi mengapa toh terjadi dilakukan oleh sebagian orang bahkan oleh banyak orang ? Tidak lain karena didorong oleh keinginan nafsu yang bersarang di dalam hati yang sudah dikuasai oleh “Dewan Perancang Kejahatan” tersebut.
Jelasnya, manusia akan menjerumus kepada kejahatan dan kehancuran apabila hatinya penuh dengan kotoran-kotoran nafsu yang berkuasa dan memerintah sebagai “Dewan Perancang Kejahatan”. Dan manusia dikatakan baik, baik budinya, baik akhlaqnya, baik perangainya / pekertinya, dan baik perbuatannya, apabila hatinya dipimpin oleh “Dewan Perancang Kebaikan”, dan bersih dari kotoran-kotoran nafsu. Oleh karena itu hati manusia harus selalu dibersihkan dari kotoran-kotoran dan dari hama penyakitnya dengan menempatkan “Dewan Perancang Kebaikan” sebagai pimpinan yang bijak-sana di dalam dirinya !.

Betapa tepat dan bijaksananya Rosululloh (Shollallohu 'alaihi wasallam). Beliau telah memberikan peringatan kepada kita dengan sabdanya : “Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging ; apabila segumpal daging itu baik, menjadi baik pulalah seluruh jasad, dan apabila rusak atau kotor, menjadi rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, yaitu hati”. (Hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Nu’man bin Basyir )
Atas dasar hadits tersebut di atas maka kemudian para Ulama Shufi mengatakan, antara lain sebagai berikut : “Membersihkan jiwa (hati) dari kotoran-kotoran (nafsu) adalah wajib”. (Kitab Kifayatul Atqiya).

Wajib di sini dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang dalam rangka upaya mencapai hidup selamat sejahtera dan bahagia lahir batin, dunia dan akhirat. Tazkiyatun-nafsi atau membersihkan hati, maksudnya membebaskan hati dari pengaruh-pengaruh nafsu yang senantiasa berusaha dan bertipudaya untuk menguasai hati manusia. Di dalam Kitab Suci Al-Qur’an diterangkan pernyataan Nabi Yusuf (‘Alaihissalam) tentang tekad Beliau yang senantiasa waspada terhadap tipu daya nafsu. sebagai berikut :
“Dan tidaklah aku membiarkan diriku (dikuasai nafsu), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rohmat oleh Tuhanku.” (12 Yusuf :53)
Bermacam-macam cara telah banyak ditempuh oleh ummat masyarakat dalam melaksanakan operasi mental. Melalui pengajaran dan pendidikan, lewat sistem da’wah dan penerangan-penerangan agama, menggunakan mass media, surat-surat kabar majalah, radio, televisi dan buku-buku, melalui perkumpulan, organisasi-organisasi sosial dan bermacam-macam bentuk pergaulan hidup lain-lain. Bahkan ada yang menempuhnya dengan riyadloh-riyadloh badaniyah dan latihan-latihan kejiwaan atau keroha-niahan. Masing-masing dengan methode dan sistematika yang berbeda-beda.

Secara umum, cara operasi mental seperti tersebut di atas dalam garis besarnya dititik beratkan pada prinsip penanaman pengertian dan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan bisa tumbuh suatu kesadaran. Akan tetapi kenyataan di dalam praktek tidak semudah itu. Pengertian dan ilmu pengetahuan masih belum memberi jaminan akan tercapainya kondisi hati yang bersih dan jernih terbebas dari pengaruh-pengaruh nafsu yang menjadi sarang yang subur bagi bercokolnya Dewan Perancang Kejahatan seperti tersebut di atas.

Mengingat semakin menghebatnya pengaruh-pengaruh dari berbagai jurusan yang merangsang hati manusia, yakni pengaruh negatif yang menyuburkan pertumbuhan Dewan Perancang Kejahatan, maka operasi mental, membersihkan dan menjernihkan hati harus secara terus menerus diusahakan oleh setiap orang. Disamping dengan cara-cara operasi mental seperti di atas dan yang sudah banyak dijalankan oleh masyarakat selama ini, masih ada suatu cara yang belum banyak dilakukan orang. Yaitu pendayagunaan kekuatan atau potensi batiniyah dalam bentuk do’a permohonan kepada ALLOH (Subhanahu Wata'ala) Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengatur, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Do’a permohonan hidayah / petunjuk dan pertolongan-NYA.
Pendayagunaan potensi batiniyah dalam bentuk do’a atau permohonan kepada ALLOH (Subhanahu Wata'ala) baik yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri atau berkelompok (berjamaah/ bersama-sama), jika dibandingkan dengan pendayagunaan potensi lahiriyah dalam bentuk bekerja, berkarya dan bentuk-bentuk aktifitas atau kegiatan lahiriyah lainnya, adalah masih sangat tidak seimbang. Masih banyak peluang kesempatan dan sisa kekuatan yang belum dimanfaatkan untuk berdo’a memohon kepada ALLOH (Subhanahu Wata'ala). Padahal seperti yang disebutkan di muka, bahwa kedua kekuatan ; kekuatan lahir dan kekuatan batin yang sama-sama sebagai anugerah pemberian ALLOH (Subhanahu Wata'ala) itu harus dimanfaatkan secara harmonis dan berkeseimbangan dengan kebutuhan hidup serta saling isi-mengisi. Lebih-lebih jika diingat bahwa hidayah ALLOH (Subhanahu Wata'ala) adalah mutlak dibutuhkan oleh setiap insan. Tanpa hidayah / petunjuk dari ALLOH (Subhanahu Wata'ala), manusia pasti tersesat dan terjerumus ke jurang kehancuran dan kesengsaraan.
Bertambahnya ilmiah atau ilmu pengetahuan baik berupa ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya apabila tidak disertai memperoleh hidayah ِِALLOH (Subhanahu Wata'ala), maka ilmu-ilmu tersebut tidak akan mampu menanamkan benih-benih yang menumbuhkan kejernihan hati, ketenteraman batin dan kesehatan mental. Bahkan boleh jadi ilmu-ilmu yang tidak disertai hidayah ALLOH itu malah menyuburkan bercokolnya “imperialis nafsu” sebagai “Dewan Perancang Kejahatan” di dalam hati manusia. Sehingga kemudian timbul rasa kebanggaan, rasa dirinya berilmu, berkemampuan, berkuasa, dan rasa diri lebih dari orang lain. Akibatnya muncul bendera “ke-aku-an”, egoisme atau Ananiyah. Ilmu yang seharusnya menjadi alat penyaring kemurnian dan kemulusan hati yang bersih, dalam prakteknya disalahgunakan menjadi polusi jiwa (pengotoran jiwa) yang lebih keruh tetapi lebih halus sehingga yang bersangkutan tidak merasa.

Dalam hubungan antara ilmu dan hidayah, Rosululloh (Shollallohu 'alaihi wasallam) telah memperingatkan kita dengan sabdanya :
مَنِِْ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْـدًا
Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak bertambah hidayahnya, maka tidak menjadi bertambah (dekatnya) melainkan semakin jauh dari ALLOH” (HR Abu Mansur dan Dailami dari Jabir ).

Orang yang jauh dari ALLOH tidak akan mendapat hidayah-NYA. Barang siapa tidak mendapat hidayah ALLOH pasti tersesat dan akhirnya menemui kesengsaraan dan mengalami kehancuran. Oleh karena itu, disamping ilmu-ilmu pengetahuan harus kita pelajari, kita harus menuntut ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan tata cara membersihkan hati dan yang berkaitan dengan masalah operasi mental untuk memperoleh ketenangan batin dan ketenteraman jiwa yang disebabkan memperoleh hidayah dari ALLOH
Apakah hidayah dari ALLOH dapat diperoleh atau diusahakan dengan upaya manusia ? Jawabnya tegas; “Dapat !”

Firman ALLOH dalam Al-Qur’an Surat No. 29 Al-Ankabut Ayat 69 berbunyi :
(- العَـنكـَبوت ) وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِينَا لَـنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَـنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Artinya kurang lebih :
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridloan) KAMI, benar-benar akan KAMI tunjukkan kepada mereka jalan-jalan KAMI, dan sesungguhnya ALLOH bersama orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. 29 Al-Ankabut 69)

Berjihad di sini artinya bersungguh-sungguh, ber-usaha dengan sungguh-sungguh mencari ridlo ALLOH dan berusaha menuju kepada-NYA untuk memohon hidayah-NYA.
Di dalam Wahidiyah, bersungguh-sungguh atau ber-usaha dengan sungguh-sungguh memohon kepada ALLOH itu disebut “MUJAHADAH”.
Tentang hubungan antara hidayah dan mujahadah, Imam Ghozali mengatakan di dalam kitab Ihya-nya
الْمُجَا هَـدَةُ مِـفْتَاحُ الْهـِدَايَةِ لاَمِفْـتَاحَ لَهَا سِـوَاهَا
Mujahadah adalah kunci hidayah, tidak ada kunci untuk memperoleh hidayah selain mujahadah”.(Ihya Juz I, 39)

Banyak sekali macam dan jenisnya do’a yang dilakukan orang dengan cara dan bahasa yang berbeda-beda menurut bahasa negara atau daerah masing-masing dan mengikuti tuntunan agama atau kepercayaan yang dianut sendiri-sendiri. Rosululloh bersabda :
Do’a adalah senjata orang mukmin ……..” . (H.R. Abu Ya’la dan Al-Hakim dari Sayyidina ‘Ali )

Ibarat “senjata”, maka daya keampuhan dan kegunaan do’a juga berbeda-beda. Antara lain berkaitan dengan pribadi / kepribadian Penciptanya, tujuan dan kepentingan apa itu do’a dicipta, situasi dan kondisi pada waktu do’a itu dicipta, susunan redaksi do’a, kaifiyah (cara pengamalan) dan adab-adab ketika berdo’a dan kondisi batiniyah dan kejiwaan orang yang berdo’a. Misalnya; hudlurnya hati, kekhusyu’an, keikhlasan, kemantapan hati dan sebagainya.
Di dalam Islam, Rosululloh (Shollallohu 'alaihi wasallam) memberikan tuntunan bermacam-macam do’a. Hampir setiap gerakan ada do’a-nya. Ada do’a sebelum makan, selesai makan, ketika berpakaian, do’a di waktu pagi, sore hari, saat akan tidur, ketika bangun tidur, waktu keluar rumah, ketika masuk rumah dan sebagainya. Disamping do’a-do’a pada setiap melakukan gerakan seperti itu, masih banyak lagi do’a-do’a untuk suatu hajat atau kepentingan, baik dari tuntunan Rosululloh (Shollallohu 'alaihi wasallam), maupun dicipta oleh para Sahabat dan para ulama. Namun sayangnya hanya sedikit sekali dilakukan oleh umat Islam sendiri.

Para ulama, terutama Ulama Shufi berpendapat bahwa do’a yang paling diijabahi oleh ALLOH istilah bahasa Jawa paling mandi adalah do’a Sholawat. Dan pendapat ini cocok dengan kenyataan. Lebih-lebih di zaman mutakhir ini. INSYA ALLOH tentang sholawat kepada Baginda Nabi (Shollallohu'alaihi wasallam) ini akan dibahas dalam bab tersendiri di belakang.
Secara umum mengenai faedah dan manfaat do’a sholawat kepada Baginda Nabi (Shollallohu 'alaihi wasallam), bagi si pembaca sholawat adalah seperti dikatakan oleh Syekh Hasan Al-‘Adawi di dalam syarah kitab “Dalaailul Khoiroot” yang kemudian dibenarkan dan didukung oleh para Ulama Shufi lainnya, yaitu sebagai berikut :
إنَّ الصَّلاَةَ عَلَى النّبَىّ تُنَوِّرُ الْـقُـلُوْبَ وَتُـوْصِلُ مِـنْ غـَيْرِشَـيْخٍ إِ لَى عَلاَّمِ الْغُـيُوْبِ
“Sesungguhnya membaca Sholawat kepada Nabi (Shollallohu 'alaihi wasallam) itu bisa menerangi hati dan mewushulkan kepada Tuhan Dzat Yang Maha Mengetahui perkara gaib”. (Sa' adatud-Daroini hal. 37)

“Menerangi hati”: hati menjadi terang, jernih dan ten-teram. “Mewushulkan”: mengantar dan menyampaikan kepada tingkat kondisi batiniyah yang sadar kepada ALLOH
Banyak sekali macamnya do’a sholawat. Berpuluh, beratus, beribu-ribu, bahkan mungkin bisa berpuluh ribu macam sholawat. Masing-masing sholawat dikaruniai faedah dan manfaat yang berbeda-beda; manfa’at duniawi dan manfa'at ukhrowi, manfa’at lahiri dan manfa’at batini, manfa’at yang hubungan dengan hal-hal yang bersifat material dan hal-hal yang bersifat moral dan spiritual. Bertalian dengan kebutuhan untuk kejernihan hati, ketenangan batin dan ketenteraman jiwa, sudah sewajar-nya kita memilih sholawat yang dikaruniai manfaat dan faedah yang kita butuhkan tersebut.

ALHAMDU LILLAH dengan FADLOL ALLOH pada awal tahun 1963 M, ALLOH melimpahkan karunia taufiq dan hidayah-NYA dengan tersusunnya suatu do’a sholawat yang diberi nama “SHOLAWAT WAHIDIYAH” dari Pondok Pesantren Kedunglo, Kelurahan Bandar Lor, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Propinsi Jawa Timur. Kemudian oleh Muallif-nya yakni Almukarrom Asy-Syekh Romo K.H. Abdoel Madjid Ma’roef, Pengasuh Pondok Pesantren tersebut, diijazahkan (diberikan ijin pengamalan) secara umum dengan ijazah mutlak kepada masyarakat luas tidak pandang dari golongan, aliran, bangsa, dan negara manapun juga serta tidak membatasi tingkatan dan umur berapa saja. Pokoknya tidak pandang bulu, siapa saja dan tanpa ada syarat-syarat.
Sekali lagi Alhamdu Lillah, dengan mengamalkan Sholawat Wahidiyah para pengamalnya dikaruniai ber-bagai macam faedah ; antara lain kejernihan hati, ketenangan batin dan ketenteraman jiwa sehingga menjadi lebih banyak ingat dan sadar kepada ALLOH WA ROSUULIHI Dan disamping kejernihan hati, juga dikaruniai manfaat lainnya berupa antara lain; soal kesehatan, soal kerukunan rumah tangga, soal kelancaran usaha dan pekerjaan, soal kecerdasan dan perbaikan akhlaq di kalangan kanak-kanak dan remaja, dan masih banyak lagi manfaat yang dialami oleh mereka yang mengamalkan Sholawat Wahidiyah tersebut.

Semoga kita termasuk orang-orang yang dikaruniai hati yang jernih, batin yang tenang dan kukuh, jiwa yang tentram dan stabil sehingga berhasil wushul, sadar ma’rifat kepada ALLOH WAROSUULIHI (Shollallohu 'alaihi wasallam) suatu kondisi batiniyah yang menjamin keselamatan, kesehjateraan dan kebahagiaan hidup lahir batin dunia sampai akhirat yang mendapat ridlo ALLOH ! Amiin !
==============================================================

No comments: