Tuesday, April 17, 2007

09 Keteladanan Nabi


KETELADANAN ROSULULLOH Shollalloohu’alaihiwasallam

Kita harus selalu meningkat dalam bersyukur kita kepada Alloh, karena hanya dengan fadlol dan rahmat-Nya kita dijadikan sebagai ummat Kakasih-Nya Nabi Muhammad Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) tanpa adanya permohonan sebelumnya;

Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) adalah satu-satunya pemimpin bangsa/ummat yang dibilang paling sakses dalam pelaksanaan tugas mulianya yaitu membangun jiwa dan moral ummat manusia. Modal utama Beliau dari segi lahiriyah adalah “Keteladanan” yang tampak di segala bidang, baik lahiriyah maupun batiniyahnya;

Kita berkeyakinan bahwa fungsi Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) diutus tidak hanya sebatas sebagai pembawa dan penyalur amanat Risalah saja. Melainkan Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) diamanati berbagai macam tugas yang berat namun mulia ‘INDALLOH Kalau dicermati mayoritas tugas dan fungsi Beliau tidak untuk pribadi dan keluarga-nya, melainkan untuk mengentaskan ummatnya dari jurang kenistaan kepada keselamatan dan kebaha-giaan. Sehingga apapun yang diperoleh dan dilakukan oleh Beliau sebagai keteladanan yang patut bahkan harus diteladani dan diikuti oleh seluruh ummatnya. Di sini akan disinggung sebagian dari keteladanan Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) antara lain :

1. Sebagai Pembawa Rahmat Bagi Seluruh Ummat;

= Firman Alloh Ta’ala : “Dan tiada AKU mengutus Engkau Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (21-Al-Anbiya:107)

Sehubungan dengan fungsi Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) sebagai pem-bawa rahmat bagi seluruh ummat, maka da’wah, perhatian dan kepedulian Beliaupun ditujukan kepada seluruh ummat (‘alamiin). Tanpa pandang bulu;

2. Sebagai pengentas ummat dari kegelapan syirik menuju cahaya kesadaran kepada Alloh.

Firman Alloh : Alif Lam Roo. (Ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kagelapan (kufur/syirik) ke arah cahaya terang benderang (islam/iman) dengan idzin Tuhan mereka (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (Q.S. 14 Ibrahim : 1)

Karena pengentasan ummat dari lembah kemusyrikan adalah termasuk hal yang sangat prinsip maka yang Belaiu usahakan/perjuangkan pertama kali adalah menanamkan ketauhidan kepada Alloh Yang Maha Esa (Kesadaran BILLAH) sebelum memberikan aturan syari’at islamiyah;

3. Sebagai Pembawa tatanan hidup yang benar dan diridloi oleh Alloh (syari’at Islamiyah) yang harus ditaati oleh ummatnya;

Firman Alloh : “Dan apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; ….” (Q.S. 59 Al-Hasyr : 7)

4. Sebagai Panutan / teladan bagi ummatnya dalam segala bidang kebaikan; baik yang berhubungan dengan Allah (Hablun minalloh) maupun yang berhubungan dengan sesama manusia (Hablun minan-nas) bahkan dengan sesama makhluk; Firman Alloh :
Sesungguhnya terdapat pada diri Rosululloh suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kebahagiaan) di hari akhir dan dia banyak berdzikir kepada Alloh” (Q.S. 33 Al-Ahzab : 21)

5. Sebagai penuntun/pembimbing akhlaqul-karimah (prilaku yang terpuji) bagi ummat;

Firman Alloh : “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pakerti yang agung “ (Q.S. 68 Al-Qolam : 4)

Sabda Nabi : “Aku diutus untuk menyempurnakan budi pakerti yang mulia” (H.R. Thabrani dari Jabir, dan Ahmad dari Mu’adz bin Jabal)

Sebagai pembimbing akhlaqul karimah Beliau sangat / lebih mempedulikan urusan ummatnya baik dengan usaha lahiriyah maupun do’a-do’anya;
Sebagai Perantara/jembatan bagi ummatnya untuk menuju kesadaran kepada Alloh Ta’ala dan keselamatan/kebahagian bagi mereka baik di dunia lebih-lebih di akhirat kelak. Oleh karena itu ummatnya diwajibkan mentaati aturan Beliau dalam pelaksanaan taatnya kepada Alloh; mendekatkan diri dan mencintai Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) dengan semurni-murninya; Perhatikan sabda Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) : “Tidaklah sempurna iman salah satu dari kamu sekalian sehingga Aku lebih dicintai dari pada diri-nya sendiri, hartanya dan manusia semuanya”. (H. Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Anas).
6. Pemberi syafa’at dan jasa yang teristimewa bagi ummatnya baik di dunia maupun di hari kiamat kelak, bahkan bagi seluruh ummat manusia; yang dinamakan “Syafa’atul ‘Udhmaa”.

SHOLAWAT WAHIDIYAH DENGAN KETELADANAN ROSULULLOH (Shollallohu ‘alaihi wasallam)

1. Sehubungan dengan keteladanan Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) yang berfungsi sebagai “RAHMATAN LIL’ALAMIIN” Hadlrotul Mukarram Asy-Syekh KH Abdoel Madjid Ma’roef menyusun suatu do’a sholawat kepada Baginda Nabi Muhammad (Shollallohu ‘alaihi wasallam) yang disebut dengan Sholawat Wahidiyah(1) yang disiarkan secara luas TANPA PANDANG BULU;

2. Di dalam Sholawat Wahidiyah terdapat suatu do’a untuk diberi Kaimanan/Ketauhidan kepada Alloh yang membaja dan disertai bimbingan kesadaran BILLAH, untuk merealisir keteladanan Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) sebagai Pengentas ummat dari kegelapan syirik. Do’a yang dimaksud adalah artinya : “Kami bermohon kepada-MU yaa Alloh, dengan Hak kemuliaan Beliau, tenggelamkan kami di dalam pusat-dasar-samodraKe-Esaan-MU, sedemikian rupa sehingga tiada kami melihat dan mendengar, tiada kami menemukan dan merasa, tiada kami bergerak atau pun berdiam, melainkan senantiasa merasa didalam Samudra Tauhid-MU (sadar Billah); Disamping itu supaya senantiasa berlatih menerapkan Ajaran BILLAH.

3. Agar amal perbuatan seseorang terarah kepada jalan yang sesuai dengan tuntunan hidup yang dibawa oleh Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) dan memperoleh ridlo Alloh Ta’ala maka sangat diperlukan adanya bimbingan penerapan LILLAH (ikhlas semata-mata karena Alloh), LIRROSUL (berusaha dan merasa mengikuti tuntunan Rosulloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam)), BIR-ROSUL (berkeyakinan dan merasa memperoleh jasa Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam)), dan seterusnya. (Lihat Ajaran Wahidiyah).

4. Untuk mengikuti perhatian dan kepadulian Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) terhadap ummat, bangsa, dan makhluk ciptaan Alloh pada umumnya, maka dalam Sholawat Wahi-diyah disediakan do’a-doa untuk hal-hal tersebut; antara lain:
a. Memohonkan pertolongan bagi ummat manusia. Seperti dalam sholawat ke 5 dalam Sholawat Wahidiyah yang artinya : “Jalanku buntu, usahaku tak menentu buat kesejahteraan negeriku. Cepat, cepat, raihlah tanganku yaa Sayyidii, tolonglah diriku dan seluruh ummat ini !”
b. Memohonkan kesadaran kepada Alloh bagi seluruh ummat manusia, memohon dan memohonkan ampunan, dipermudah segala urusan kebaikannya, dibuka hatinya, diberi petunjuk, dan agar diberi kedamaian/ kerukunan dengan sesamanya.
Seperti dalam do’a yang terdapat diurutan ke 6 dalam Sholawat Wahidiyah yang artinya :
= dan atas Keluarga Beliau; Dan jadikanlah ummat manusia cepat-cepat lari kembali mengabdikan diri dan sadar kepada Tuhan Semesta Alam.
= Yaa tuhan kami, ampunilah segala dosa-dosa kami, permudahlah segala urusan kami, bukakanlah hati dan jalan kami, dan tunjukilah kami, pereratlah persauda-raan dan persatuan di antara kami, yaa Tuhan kami !
c. Memohonkan barokah (tambahnya kebaikan) terhadap negara ini khususnya dan seluruh makhluk ciptaan Alloh pada umumnya. Seperti dalam do’a yang artinya : :
Yaa Alloh, limpahkanlah berkah di dalam segala makhluq yang Engkau ciptakan dan di dalam negeri ini yaa Alloh, dan di dalam mujahadah ini, yaa Alloh!”
d. Memohon agar panggilan kita disampaikan kepada seluruh ummat manusia; Yaitu panggilan :
“FAFIRRUU ILALLOH!” = Larilah kembali kepada Alloh !

5. Di dalam Sholawat Wahidiyah ada do’a dan bacaan untuk memohon agar kita memperoleh syafa’at dan diberi rasa cinta yang semurni-murninya kepada Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam); Do’a tersebut dalam sholawat ke 3 yang artinya :

= “Duhai Baginda Nabi Pemberi syafa’at makhluq; ke pangkuanmu shalawat dan salam ku sanjungkan, Duhai Nur-cahaya makhluq, Pembimbing manusia.
= Duhai Unsur dan Jiwa makhluq; Bimbing, bimbing, dan didiklah diriku. Sungguh, aku manusia yang dholim selalu;
= Tiada arti diriku tanpa Engkau duhai Sayyidii, Jika Engkau hindari aku (akibat keterlaluan berlarut-larutku), pastilah, pastilah, pasti ‘ku ‘kan hancur binasa .
Duhai Pemimpin kami, Duhai Utusan Alloh !


Catatan :
1. Seseorang yang banyak menyebut dan mengingat kepada Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) misalnya dengan memperbanyak bacaan “YAA SAYYIDII YAA ROSUU-LALLOOH” kapanpun dan di manapun maka dia akan diberi banyak ingat hatinya kepada Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) ; dan dengan semakin banyak ingatnya kepada Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) maka akan tertanamlah rasa mahabbah (cinta) kepada Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) yang kuat; Sedangkan kekuatan rasa cinta kepada Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) sehingga bisa melebihi cintanya kepada orang lain (selain Alloh) maka baru sempurnalah imannya kepada Alloh sebagaimana hadits di atas !
2. Begitu pentingnya hubungan batin kita dengan Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) yang akan membuahkan rasa mahabbah (cinta) yang kuat maka diharap/ dianjurkan kepada siapa saja tanpa pandang bulu untuk memperbanyak bacaan “YAA SAYYIDII YAA ROSUULALLOOH” dengan lesan ataupun dalam hati dengan disertai rasa istihdlor (merasa seakan-akan seperti di hadapan Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam)) dengan adab lahir batin yang sebaik-baiknya serta merasa penuh dosa dan sangat membutuhkan syafa’atnya.
3. Seluruh Pengamal Wahidiyah tanpa membedakan tingkatan dan kedudukan setiap harinya secara rutin mengamalkan do’a-do’a yang tercantum dalam Sholawat Wahidiyah tersebut; Baik sendiri-sendiri ataupun berjamaah; Pada setiap seminggu sekali diadakan gerakan amalan tersebut di setiap desa / kampung yang disebut Mujahadah Usbu’iyah, pada setiap bulan diadakan di setiap kecamatan Mujahadah Syahriyah, pada setiap tiga bulan sekali (triwulan) diadakan di setiap Kabupaten /Kota (Mujahadah Rubu’us sanah), pada setiap setengah tahun sekali diadakan di setiap Wilayah (Mujahadah Nisfus sanah); dan dua kali pada setiap tahunnya diadakan Mujahadah Kubro yang diikuti oleh seluruh pengamal Wahidiyah se dunia.
Catatan : Kunjungi link-link Wahidiyah : http://wahidiyah.info, http://wahidiyah.multiply.com , http://psw-pusat.blogspot.com dan lain-lain yang dink-kan dalan site-site tersbut.
Silakan mengunjungi satu persatu.
Terima kasih


AJARAN WAHIDIYAH  DENGAN KETELADANAN ROSULULLOH
(Shollallohu ‘alaihi wasallam)

Inti dan Dimensi Ajaran Wahidiyah merupakan realisasi dari keteladanan Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam). Ajaran Wahidiyah mencakup pokok-pokok Ajaran Islam syar’an wahaqiqatan terumuskan dengan istilah : LILLAH, BILLAH, LIRROSUL, BIRROSUL, YUKTI KULLA DZII HAQQIN HAQQOH dengan prinsip TAQDIIMUL AHAM FAL-AHAM TSUMMAL ANFA’ FAL ANFA’. Masing-masing pokok rumusan tersebut jika dihubungkan dengan keteladanan Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) bisa diperjelas sebagai berikut;

1. Keteladanan dalam ikhlas fil-a’mal
Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) senantiasa membimbing ummatnya agar selalu menjiwai amal perbuatannya dengan keikhlashan. Beliau memberi contoh-contoh nyata tentang apa saja yang Beliau dakwahkan kepada ummatnya teramasuk keikhlashan dalam beramal.
Beliau sangat memahami kondisi jiwa ummat manusia pada saat itu di bidang keikhlashan. Karena terpengaruh dengan kejahiliyahan yang telah mendarah mendaging kondisi jiwa mereka di bidang keikhlashan sangat lemah sekali. Pamrih-pamrih duniawi, kedudukan, pujian dan sebagainya sangat mewarnahi jiwa mereka.
Oleh karenanya Beliau tiada henti-hentinya membimbing ummatnya menuju keikhlashan yang semurni-murninya dengan bersenjatakan ayat-ayat Al-Quran yang menyerukan tentang keikhlashan; Mislanya :
(1) Q.S. 98 : Al-Bayyinah : 5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan (meng-ikhlashkan) ketaatan kepada-Nya (Lillah) dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.
(2) Q.S. 39 : Az-Zumar : 2. Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan (meng-ikhlashkan) ketaatan kepada-Nya. (Lillah)
(3) Q.S. 7 : Al-A’raf : 29. Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan." Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan meng-ikhlas-kan ketaatanmu kepada-Nya (Lillah). Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)."

Dalam pelaksanaan ikhlas tersebut Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) senantiasa memberi peringatan kepada para Shahabatnya; Banyak sekali sabda-sabda Beliau tentang keikhlashan. Antara lain :
(1) “Ikhlaskan amalmu hanya kerena Alloh (Lillah), sebab Alloh tidak akan menerima amal kecuali amal yang ikhlas kepada-Nya”. H.R. Ath-Thabrani, dari Adh-Dhahak bin Qais.
(2) Dunia seisinya dila’nat (oleh Aloh) kecuali sesuatu yang digunakan/ dilakukan semata-mata mengharap ridlo-Nya (Lillah)” (H.R. Thabrany)
(3) “Ikhlaskanlah amalmu semata-mata karena Alloh (LILLAH), maka sedikit amal dengan ikhlas sudah memadai (mencukupi) bagimu”. (HR Abu Mansur dan Ad-Dailami)
(4) “Tiada seseorang beramal dengan ikhlas karena Alloh selama 40 hari kecuali akan memancar sumber-sumber hikmah dari hati sampai ke lisannya”. (HR. Ibnul Juzy dan Ibnul ‘Addy dari Abi Musa Al-Asy’ary, Ra ).
(5) “Barang siapa meninggal dunia dia senantiasa berikhlas karena Alloh semata (LILLAH) dan tiada menyekutukan-Nya (BILLAH) (pada masa hidupnya) serta menegakkan sholat dan menunai-kan zakat maka dia meninggal dunia dengan memperoleh ridlo Alloh “ (H.R. Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Anas bin Malik)
(6) “Barangsiapa cinta karena Alloh (Lillah), benci karena Alloh, memberi karena Alloh dan menolak (tidak memberi) karena Alloh, maka sungguh telah sempurna imannya”. (HR. Abu Dawud dan Adh-Dhiya’ dari Abi Umamah dengan sanad shoheh).
(7) “Alangkah bahagianya orang-orang yang beramal dengan ikhlas (LILLAH). Mereka itulah sebagai lampu-lampu petunjuk yang menghilangkan kegelapan fitnah" (HR. Baihaqi dan Abu Nu’aim dari Tsauban)

Mengingat pentingnya ikhlash fil-‘amal ini, banyak Ulama-ulama mengomentarinya dari berbagai sudut pandangnya. Misalnya menurut Imam Ghozaly, Ra. :”Penerapan Ikhlash adalah diam dan geraknya seseorang itu hanya karena Alloh. (Lillah)” Begitu pula Syekh Zaini Dakhlan berpendapat bahwa ikhlas itu adalah kesamaan antara lahir dan batin bagi seseorang dalam menjalankan suatu amal; Artinya secara lahir ia menjalankan amal sesuai perintah Alloh, dan hatinya menjiwai semata-mata karena Alloh (Lillah). Disamping itu ia tidak akan berubah karena keadaan; baik ada orang maupun tidak.

Pada masa yang mendekati punahnya dunia yang fana ini, ajaran Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) yang berupa keikhlashan boleh dikatakan hampir punah dari jiwa manusianya. Sudah barang tentu hal tersebut karena adanya pengaruh-pengaruh JAHILIYAH MODERN yang melanda jiwanya. Pengaruh harta, tahta dan wanita, pengaruh rasa iri/hasud terhadap karunia Ilahi yang diberikan kepada orang lain, pengaruh rasa dendam, pengaruh rasa lebih benar sendiri, pengaruh tercapainya kesenangan sekalipun di atas penderitaan orang lain, dan pengaruh-pengaruh jahat lainnya sudah mewarnai kehidupan ummat manusia sekarang ini. Sehingga tidak aneh lagi jika banyak terjadi penjualan akhirat dengan harta dunia; pelaksanaan amal ibadah, berdakwah, dan sebagainya dijadikan kedok untuk mencapai materi duniawi dan memenuhi keinginan nafsunya sendiri. Mentang-mentang membela agama / kebenaran ternyata ada udang di balik batunya. Karena tidak mendapatkan apa yang diharapkan; misalnya kursi empuk, sesuap nasi, dll tindakannya berbalik arah. Semula kelihatan dengan gigih memperjuangkan tapi akhirnya malahan menjadi propokator kehancurannya. Itu semua terjadi karena tidak ada KEIKHLASAN dalam jiwanya.
Memperhatikan situasi dan kondisi ummat manusia yang semakin hari grafik keikhlashan Lillah-nya semakin menurun itu, Hadlratus Syekh Muallif Sholawat Wahidiyah menyebarkan seluas-luasnya (tanpa pandang bulu) suatu ajaran yang diantaranya adalah LILLAH. Beliau memberi pengertian tentang LILLAH ini dengan simpel dan praktis. Mudah difahami dan dipraktekkan oleh siapapun, sekalipun bukan ahli ilmu agama, tidak pandai mengaji kitab kuning, tidak memahami bahasa Arab, bahkan orang yang paling awampun kalau mau bisa mengerti adan mempraktekkannya. Pengertian LILLAH yang Beliau berikan adalah : “Segala amal perbuatan apa saja, baik yang berhubungan langsung kepada Alloh dan Rosul-NYA, Shollalloohu 'alaihi wasallam maupun yang berhubungan dengan masyarakat, dengan sesama makhluq pada umumnya, baik yang wajib, yang sunnah maupun yang wenang, asal bukan perbuatan yang merugikan / bukan perbuatan yang tidak diridloi Alloh, melaksanakannya supaya didasari niat dan tujuan hanya mengabdikan diri kepada Alloh Tuhan Yang Maha Esa dengan IKHLAS tanpa pamrih ! (LILLAHI TA’ALA).
Tidak hanya begitu saja, dalam pembinaan mental ummat untuk menuju tercapainya jiwa ikhlas LILLAH Beliau juga memeberi tatacara mencapainya yang diantaranya dengan bimbingan Mujahadah Wahidiyah.
Namun, sudah dimaklumi bersama. Tidak semua yang benar dengan mudah diterima oleh ummat manusia. Lebih-lebih suatu kebenaran itu sangat berlawanan dengan kehendak nafsu umumnya manusia. Secara naluri, sesuatu yang tidak menguntungkan nafsu, bahkan akan menundukkannya secara otomatis akan ditolak oleh nafsu itu sendiri. Oleh karena itu bukan suatu keajaiban jika penyebaran bimbingan Ikhlash LILLAH di kalangan ummat manusia seperti masa kini mengalami kesulitan, bahkan mendapat tantangan yang cukup hebat dari kalangan orang awam. Tapi ada yang lebih menakjubkan lagi yaitu tantangan dan hambatan yang datangnya dari tokoh-tokoh agama bahkan para Ulama’nya sendiri. Na’udzubillahi min dzaalik.
2. Keteladanan dalam akidah;
Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) di awal-awal “tabliigh risalah”nya lebih mengutamakan penanaman akidah yang berupa ketauhidan BILLAH. Ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan di Makkah mayoritas berisi ketauhidan BILLAH. Misalnya QS 27 : An-Naml : (63). “Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya)”. (64). “Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar."
Memang kondisi ketauhidan kaum jahiliah pada masa itu sangat rapuh. Umat manusianya mengakui adanya ALLOH sebagai penciptanya. Namun tidak mau men-Tauhid-kan_NYA. Masih menyekutukan-NYA dengan yang lain. Menyekutukan-Nya dengan berhala, dengan makhluq-makhluq lain termasuk dengan dirinya sendiri.
Firman Alloh dalam Surat : 29 Al-Ankabut : 61. Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan menjawab: "ALLOH", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)”.
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa Kuffar Makkah saat itu mengakui adanya ALLOH sebagai Sang Kholiq. Akan tetapi karena terpengaruh dengan ke-JAHILIYAHAN-nya mereka tidak mau mengabdikan diri kepada-NYA melainkan mengalihkan penyembahan kepada selain ALLOH. Begitulah pengaruh jahiliah purbakala.

Apa yang terjadi di masa sekarang ? Pengaruh jahiliyah yang melanda ummat masyarakat di masa ini bukan purbakala lagi. Melainkan jahiliyahnya sudah modern. Semuanya mengakui bahwa ALLOH sebagai Sang Penciptanya. Bahkan juga melakukan ibadah kepada-NYA. Namun karena terpengaruh dengan keJAHILIAHAN MODRN-nya kebanyakan dari mereka masih terbiasa menyekutukan ALLOH dengan yang lain. Bukannya menyekutukan-NYA dengan berhala, jin syetan, melainkan menyekutukan-NYA dengan ilmu pengetahuan, keintlektualan, kekuasaan, kekayaan, kemampuan, daya kekutan dan kecanggihan sesuatu termasuk tehnologinya. Tidak menyadari dan tidak merasa bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini, termasuk ilmu pengetahuan, kekuasaan, kedudukan, daya kekuatan dan termasuk gerak gerik lahir batinnya adalah Ciptaan ALLOH (BILLAH); Ya mungkin mengetahui hal ini, tapi tidak dirasakan dalam hatinya. Bukannya ALLOH yang diandalkan melainkan usaha, harta kekayaan, ilmu pengetahuan, kecanggihan tehnologi dan sebagainya lah diandalkan dalam hatinya.
Sehubungan dengan semakin punahnya ke-Tauhidan BILLAH ini di kalangan masyarakat, baik yang awam maupun yang berpendidikan maka sebagaimana disebarluaskannya Ajaran LILLAH seperti di atas, Wahidiyah selalu menyebarluaskan Ajaran BILLAH ini.

Agar ajaran BILLAH ini lebih mudah dimengerti, difahami dan praktekkan oleh setiap kalangan manusia, maka pengertiannya dibuat simple dan praktis. Yaitu : BILLAH artinya; di dalam segala perbuatan dan gerak gerik lahir maupun batin, di manapun dan kapan saja, supaya hati kita senantiasa merasa dan beri’tikad bahwa yang menciptakan dan menitahkan itu semua adalah ALLAH Tuhan Maha Pencipta. Jangan sekali-kali mengaku atau merasa mempunyai kekuatan dan kemampuan sendiri tanpa dititahkan oleh Allah ! Jadi mudahnya hati selalu menerapkan kandungan ma’na dari “LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAH’ (Tiada daya dan kekuatan tanpa diberi oleh Alloh) :
Penyebaran ajaran BILLAH ini tidak hanya di kalangan orang khosh saja melainkan secara luas di semua kalangan. Hal ini juga meneladani dakwah Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) yang mengajarkan BILLAH pada saat itu tidak hanya kepada orang-orang tertentu, melainkan kepada seluruh lapisan masyarakatnya. Tanpa panda golongan dan usia.
Sebagaimana halnya penyebaran ajaran LILLAH. Penyebaran Ajaran BILLAH ini juga mengalami hambatan dan kesulitan di kalangan masyarakat. Bahkan lebih berat daripada penyebaran LILLAH. Banyak macam tuduhan yang dialamatkan kepada Wahidiyah; Ada yang menuduh Wahidiyah menyebarkan faham HULUL, faham WAHDATUL WUJUD, MANUNGGALING KAWULO KALIAN GUSTI, menyebarkan aliran Syekh Siti Jenar, memperbolehkan tinggal syari’at, dan lain sebagainya. Anehnya hambatan tersebut timbulnya dari kalangan ilmuwan agama. Lebih aneh lagi jika diajak dialog mereka selalu menghindar. Wallohu A’lamu wabihi at-taufiiqu wal-hidayah.
Semua tuduhan itu suatu hal yang maklum dan memang harus terjadi. Begitulah resiko yang harus diterima oleh siapa saja yang menyebarkan Ketauhidan BILLAH. Seperti halnya resiko yang lebih berat yang diterima oleh Rasululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) ketika menyebarkan Ketauhidan BILLAH ini di kalangan kaumnya. Hambatan yang Beliau terima tidak dari kalangan orang awam saja, melainkan dari tokoh-tokoh (ilmuwan) agama (Nasrani dan Yahudi) yang sebanarnya telah mengatahui bahwa Beliau (Shollallohu ‘alaihi wasallam) sebagai Nabi terakhir. Beliau tidak hanya dituduh begini begitu saja, melainkan sudah diancam dengan pembunuhan dirinya.
Dalam Al-Qur-an difirmankan : Q.S. 25 – Al-Furqon : 31. “Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosta. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong”.
Jika Rosululloh (Shollallohu ‘alaihi wasallam) sendiri mengalami tantangan seperti itu ketika mendakwahkan Tauhid BILLAH maka ummat yang memperjuangkan harus mengalami seperti itu pula. Kalau tidak, menunjukkan adanya tidak sesuai dengan yang diteledani. Hasil fotocopy harus sama atau hampir sama dengan yang difotocopy. Kalau tidak sama dipastikan ada yang tidak beres. Bahkan Hadlrotus Syekh Muallif Sholawat Wahidiyah senantiasa membimbing pengikutnya agar adanya hambatan-hambatan itu dijadikan sebagai pendukung peningkatan di segala bidang kebaikan terutama pendekatan diri kepada ALLOH WAROSUULIHI (Shollallohu ‘alaihi wasallam), supaya dihadapinya dengan cara yang sebaik mungkin. Selalu mengingatkan dengan Firman Alloh : Q.S. 41 Al-Fushilat : (33). Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (34) Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia”.
Walhasil; memperhatikan uraian tentang keteladanan dakwah Rosululloh yang diikuti oleh Wahidiyah terutama dalam penyebaran ajaran LILLAH dan BILLAH dapat kita ambil kesimpulan bahwa penyebaran suatu ajaran yang hak berat dan ringannya bisa diukur dengan seberapa bagian hafsu manusianya ketika menerima ajaran tersebut. Semakin berkurang bagiannya nafsu bagi penerimanya semakin bertambah berat pula penyebarannya. Semakin berkurang peminat dan pendukungnya.
Suatu misal; ketika penyampaian suatu amal kebaikan disertai dengan iming-iming jaminan pahala atau surga lebih-lebih jaminan bersifat materi duniawi maka peminatnya masih cukup banyak sekalipun nilai keikhlasahan yang menjadi syarat mutlak diterimanya tidak diketahuinya. Karena dengan system ini nafsu masih mendapat peluang banyak. Nafsu masih tetap bertengger sebagai raja dalam jiwa manusianya. Bisa jadi semakin banyak amal perbuatannya kedudukan nafsunya sebagai raja semakin jaya. Cara inilah yang banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang hanya sebatas mencari pengaruh lahiriyah atau mendapatkan keuntungan duniawi belaka dalam dakwahnya. Padahal mereka nanti di akhirat akan mendapat tuntutan yang sangat berat dari pengikutnya yang merasa tertipu. Na’udzu Billahi Min Dzaalik.
Lain halnya dengan masuknya LILLAH BILLAH dalam jiwa seseorang. Secara langsung kedudukan nafsunya akan tergeser. Sebelum kemasukan LILLAH BILLAH nafsu seseorang bagaikan raja yang berkuasa dalam jiwanya. Dengan kebengisan dan kejahatannya hati manusia senantiasa disetir dan diarahkan ke jurang kesengsaraan. Namun ketika LILLAH BILLAH itu sudah meresap dalam hatinya kedudukan nafsunya akan tergeser menjadi budak yang harus patuh kepada keputusan hati nuraninya. Hanya saja dengan kearifan hati seseorang yang telah dijiwai LILLAH BILLAH tidak mungkin bersikap semena-mena terhadap nafsunya sendiri sekalipun sudah berstatus sebagai budaknya. Nafsu-nafsu itu tetap dimanfaatkan sebagai sarana dan alat untuk memperoleh ridla ALLOH Ta’ala. sehingga yang semula nafsu itu bersifat jahat tapi akhirnya akan berobah menjadi “Nafsu Muthmainnah”. Nafsu yang tenang dan patuh kepada Tuhannya. Nafsu yang senantiasa ridla atas keputusan dan ketentuan sang Penciptanya dan sekaligus akan diridlai pula oleh-NYA.
Dengan demikian nafsu tersebut akan terpanggil sebagai golongan “Hamba-Hamba ALLOH” dan dimasukkan ke dalam surga-NYA. Surga itu sendiri di dunia sudah diberikan. Yaitu berupa ketenangan dan ketenteraman hati serta sadar dan ma’rifat BILLAH. Dalam hal ini ALLOH Ta’ala berfirman : Q.S. 89 : Al-Fajr : (27) Hai jiwa yang tenang. (28) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (29) Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, (30) Masuklah ke dalam syurga-Ku”. Sabda Nabi : “Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging; apabila segumpal daging itu baik, menjadi baik pulalah seluruh jasad, dan apabila rusak atau kotor, menjadi rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, yaitu hati”. (Hadits riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Nu’man bin Basyir Ra.)

3. Keteladanan dalam ittiba’ batin kepada Rasululloh.
Ittiba’ atau iqtida’ / mengikuti tuntunan dan ajaran Rasululloh diawajibkan bagi segenap ummat Islam.
3.Takhalluq Bi-Akhlaqir Rasul
Firman Alloh Ta’ala : Q.S. 33 : Al-Ahzab 21 : Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Dalam Wahidiyah diajarkan agar ummat manusia berakhlaq dengan akhlaq Rasululloh (Takhalluq Bi-akhlahi ). Ajaran ini berarti menjadikan Beliau sebagai perhatian utama sebagai keteladanan (uswatun hasanah) dalam segala segi dan aspek kehidupan. Yakni takhalluq yang bersumber dari Ajaran Wahidiyah “Lir-Rasul (berniat mengikuti tuntunan Rasul) dan Bir-Rasul (merasa menerima jasa kabaikan Rasul);
Ikhlash LILLAH (semata-mata mengabdiakan diri kepada Allah dalam segala amal perbuatan yang baik) dan tauhid BILLAH (beri’tikad atas keesaan Alloh dalam segala hal serta merasa tiada daya dan kemampuan tanpa Alloh) merupakan pondasi dalam Ajaran Wahidiyah. Oleh karena itu Wahidiyah mengajarkan bahwa setiap amal perbuatan yang baik dalam pelaksanaannya disertai niat dobel. Selain Ikhlash LILLAH dan bertauhid BILLAH juga harus berniat mengikuti tuntunan (ittiba’) Rasululloh (LIRROSUL) dan merasa memperoleh jasa bimbingannya (BIRROSUL);
Ajaran tersebut ditanamkan sedalam-dalamnya dalam ruang keimanan (batiniyah) dan diwujudkan dengan perbuatan nyata (lahiriyah).


4. Pengamalan do’a-do’a tersebut dinamakan Mujahadah; Pelaksanaannya terbagi menjadi :

No comments: